Laman

Kamis, 29 Agustus 2013

Suara Dari Empat Penjuru Mata Angin

            Ia memanggil dari empat penjuru mata angin. Meramaikan udara di waktu-waktu tertentu. Hanya suara itu yang selalu membuatku sadar aku masih di bumi, dan aku masih punya kewajiban-kewajiban yang mesti kuselesaikan. Ah ya, sepertinya tidak akan pernah selesai sampai jasadku kembali menyatu dengan perut bumi. Sebab dia kewajiban yang istimewa, hanya untuk dilaksanakan tanpa pernah ada yang tahu hingga kapan dia terselesaikan. Suaranya merdu sekali, seolah ia tahu suara semerdu itu pastilah akan mengusikku dan membuat keinginanku mengunjunginya akan semakin besar. Tapi hanya suara riuh itu yang terdengar dari empat penjuru mata angin. Kadang di waktu-waktu tertentu, di saat gairah ingin bertemuku membuncah, lalu suara merdunya kembali menyesaki udara, aku ingin lari mencari sumber suara itu. Namun kenyataannya aku masih waras, hingga kuputuskan berdiam diri di kamar menikmati suaranya hingga berakhir beberapa menit kemudian. Atau mungkin aku terlalu sombong, hingga insting duniawiku menggeser ranah-ranah spiritual yang seharusnya beranjak ketika suara panggilan menghadap Tuhan itu berkumandang dari empat penjuru mata angin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar