Laman

Jumat, 04 Desember 2015

Tentang Hujan

x. Aku heran mengapa ada yang begitu mencintai hujan.
y. Kenapa ?
x. Kenapa ? Apa bagusnya hujan ? Bising, basah, banjir…
y. Kamu belum tau saja ada banyak pelajaran dari hujan. Hujan itu eksklusif bagi penikmatnya.
x. Apa ? Belajar apa kamu dari hujan ?
y. Hujan yang kata kamu bising, hujan yang riuh adalah tempat hati yang sedang bersedih untuk merintih, menangis tanpa harus terlihat menyedihkan.
x. Semacam tempat persembunyian ?
y. Bisa dibilang begitu.
x. Kamu salah satunya ?
y. Ya…mungkin setelah kuhabiskan teh ini.

                                                
                                 www.google.com

Selasa, 17 November 2015

Perisai(ku)

Pedang itu menemani baginda nabi berperang di jalan Allah. Dengannya kemenangan demi kemenangan menjadi milik umat Islam kala itu. Lalu pada perang Uhud, pedang itu kemudian berpindah tangan kepada syaidina Ali yang kemudian menjadi pedang kebanggaan beliau. Pedang yang kemudian menjadi sahabat beliau di setiap peperangan melawan kaum kafir, kemudian menjadi simbol keberanian dan keperkasaan sang sahabat Rasulullah. Sedemikian bangganya sebuah pedang tertulis dalam sejarah manis perjuangan Rasulullah dan sahabat dalam pertempuran-pertempuran atas nama Allah.

Meski pedang itu bukanlah apa-apa tanpa nama besar Rasulullah SAW dan Ali bin Abu Thalib ra, namun pedang itu adalah saksi kejayaan umat Islam kala itu, simbol keperkasaan para pejuang yang dicintai Allah. Saksi yang masih tetap ada hingga sekarang dan masih menjadi salah satu bagian dari berbagai kisah mengagumkan dalam peradaban Islam. Dia menjadi teman bagi syaidina Ali hingga akhir hayatnya.

Pedang yang menjadi kebanggaan Rasulullah, pedang yang menjadi simbol keperkasaan Ali bin Abu Thalib, pedang yang menjadi legenda bagi umat Islam, begitulah ia. Lalu pada perjalanan hidupku, ketika aku berkenalan dengan sang pedang, mempelajarinya, membaca kisah-kisahnya, aku jatuh cinta. Kuharapkan Allah pun berkenan akan cinta ini. Menjaganya tetap indah, seperti kisah-kisah yang telah kubaca.

Aku…seperti Rasulullah SAW dan Ali ra yang menjadikan ia sebagai teman berjuang di jalan Allah, pun berharap bahwa ia menjadi temanku dalam ketaatan kepada Allah. Sebagai perisai yang semakin menguatkanku untuk mencintai Allah, sebagai kekuatan yang menjadikanku tangguh berjalan di jalan Allah. Ia, kuharap mampu menghadirkan ridha Allah dalam hidupku. Sebagai sahabat dan kekasih yang dapat memimpinku beserta mujahid-mijahid kecilku kelak. Ketika kukenal ia sebagai pedang yang gagah berani, maka semakin kucintai ia karena Allah dan semoga Allah senantiasa menjaganya, menjadikan ia sebagai perisaiku hingga akhir hayat dan bertemu di kehidupan berikutnya dengan cinta yang masih sama.


Kamu…semoga kisahmu dahulu yang menginspirasi hati hamba-hamba Allah, menjadi kekuatanmu untuk selalu mencintai Allah dengan segenap jiwa dan raga. Menjadikan hidupmu senantiasa untuk mencari ridha Allah, sebab kelak, ketika engkau dan aku telah siap, kamulah yang akan memimpinku berjalan bersamamu menujuNya… ^^

Rabu, 11 November 2015

Hamzah...

Malam itu, malam minggu 7 November 2015, aku pertama kali bertemu dengannya. Namanya Hamzah, mahasiswa S2 Hukum angakatan 2015 yang berasal dari Padang. Cara ngomongnya lembut sekali, kelihatan banget kalau dia cowok yang sabar. Lalu setelah ngobrol beberapa saat, bertambah simpatilah aku dengannya. Malam itu, aku bertemu dengannya tidak sengaja ketika aku dan beberapa teman sedang menonton pertujukan seni di 0 km Kota Jogja. Hamzah adalah teman dari teman-temanku yang semuanya adalah anak Padang. Malam itu dia sedang berjualan di depan gedung Serangan Umum 1 Maret Malioboro. Dari ceritanya aku tahu kalau Hamzah berjualan di situ hampir setiap malam untuk membayar biaya kuliahnya semester depan. Dan yang lebih membuat aku kagum adalah, dia bolak balik dari kost ke tempatnya berjualan dengan menggunakan sepeda dan itu jauh….jauhhh banget. 



Di perjalanan pulang, kami sesekali ngobrol saat berhenti di lampu merah. Dengan terengah-engah sambil mengelap keringat, Hamzah tetap ngobrol dengan ceria. Ahhhh….dia memang keren. Kurasa, Tuhan mempertemukanku dengannya karena sebuah alasan. Bahwa tidak ada alasan bagiku untuk terus mengeluh dengan tesis yang tak kunjung selesai. Bahwa di luar sana, masih banyak orang yang lebih keras lagi perjuangannya dibanding aku yang tidak perlu sampai begadang setiap malam, mengumpulkan rupiah demi rupiah agar bisa tetap kuliah. Sekecil apapun, nikmat Tuhan harus selalu disyukuri. 

Senin, 19 Oktober 2015

Harus Apa?

Kamu mungkin tidak pernah tahu seberapa panjang malam yang kulalui dengan air mata. Bahwa berpura-pura segalanya baik-baik saja itu terlalu melelahkan. Bahwa berharap dengan sepenuh hati kamu akan mengerti pun terlalu menyakitkan. Sebab ia hanya serupa mimpi yang ketika aku bangun semua hilang. Aku lelah tapi apakah berhenti akan membuatku baik-baik saja? Aku takut tapi apakah bersembunyi akan membuatku baik-baik saja? Entah...

Senin, 21 September 2015

Anggap Aku Baik-Baik Saja

Kamu baik baik sj itu sudah cukup bagiku
Tp tak juga mampu kubendung airmata
Ntah....lega dan sesak datang bersamaan
Sebab menghitung detik2 waktu dengan mengkhawatirkanmu sungguh melelahkan
Dan tak kutahu mesti marah pada siapa
Mungkin aku...sebab salah mencintaimu terlalu banyak
Sebab salah mengkhawatirkanmu berlebihan
Jadi, kuanggap saja aku baik2 sebab di sini aku tak tahu sedang menangisi apa

Jumat, 18 September 2015

Rindu! Sebentar!

Rindu... tahanlah sebentar...
Jangan kau menuntut segala perhatianku untukmu
Aku tahu, engkau sangat butuh terobati
Aku tahu, engkau telah begitu meradang dan kesakitan
Namun tahukah kau, akupun terluka sebab engkau
Tak ada lagi yang dapat kulakukan selain meratapi
Bahwa aku telah engkau hancurkan hingga tak mampu kukenali diriku
Rindu, sabarlah sebentar....

Ketika Jarak Menyakiti

Baru kurasakan lelahnya menghalau jarak yang membentangi aku dan kamu. Segala kemungkinan, segala harapan telah kusemai demi menuai temu, namun kudapati diriku di sini tanpa apa-apa, berteman kecewa. Kutahu, di sana kamupun berjuang menghalau rindu, juga lelah menghitung jarak antara kita. Tapi entah, semenjak aku telah mencintaimu, aku tak mampu lagi berkompromi dengan jarak, pun menikmati rindu. Segalanya selalu menyakitkan  dan menyedihkan. Ah... kekasih... aku tak tahu sejak kapan aku menjadi manusia yang serakah dan hilang sabar. Rasanya jarak benar-benar membuat aku putus asa...

Senin, 06 April 2015

Duh Rindu

Kamu lelah ?
Aku belum
Aku masih rindu

Duduk Duduk

Kapan-kapan saban hari
Kita duduk lagi di sini yah
Aku ingin dan masih candu dengan duniamu
Di sana, rasanya aku bisa berperan sebagai seorang putri
Dan kamu pangeran yang akan memeluk mimpiku
Ia, ketika kita duduk bersama
Dan kamu mulai bercerita


Setelah Sejam Mencoba Berpuisi

Ah aku benci
Tak ada kata yang pas untuk bisa mewakili ini
Padahal hanya ingin kuucapkan terima kasih
Lewat puisi
Agar bisa terasa sedikit manis

Segelas Teh Hangat

Wahai segelas teh hangat dihadapanku
Kau terjemahkan apa pertemuan ini ?
Yang kulihat di sana ada rindu yang menguap
Juga ada rasa yang tak bisa kuungkap
Hangat, manis dan penuh magis
Bincang, tawa dan apalah kau memberi ia nama

Wahai segelas teh hangat dihadapanku
Sampai duduk ini usai jangan kau habiskan rasa dalam gelasmu
Biar bisa kubagi dengan bibirku ketika dia berlalu
Sebab aku ingin manis ini tetap sama, seperti ketika aku dan dia membicarakan kamu
Wahai segelas teh hangat

Rabu, 01 April 2015

Malam Ini, Ketika Aku Mengungkap Rindu

Mesti kusebut apa rasa ini
Ia semacam rindu, tapi telah lama tak kukeluh
Dan tetiba muncul ketika temu tak mungkin terseduh
Hanya mengingat, jejak-jejak yang tertinggal
Yang terekam dalam waktu tapi tak bergerak ke mana-mana
Hanya berada di sana, ketika kita masih bersama
Ah, ini menyiksa tapi tak juga bisa kulawan
Sunyi senyap udara tetiba membekap dalam kenangan
Apa, apa yang mampu kuramu selain kenangan dan airmata

Sendu, rindu membawa pilu

Kamis, 05 Maret 2015

Oh Tuan, Mengapa Mesti Mampir

Andai saja aku bisa memilih
Wahai tuan
Tak usah mampir ke sini
Sebab hatiku tidak menginginkan kamu pergi lagi
Tapi ah…tentu saja aku mengerti
Kamu tak bisa terus di sini
Di sana, kamu telah punya rumah sendiri

Ketika Kamu Kosong

Mari menjadi aku dan rasakan sensasinya
Ketika hidangan lezat itu menjadi bagian dari dirimu
Yang bisa kau rasakan hangatnya
Dapat kau hirup aromanya
Namun tak dapat kau cicipi rasanya
Hanya menjaganya tetap di sana, hingga sang pemilik menyantapnya habis
Dan kamu tiba-tiba kosong

Mari menjadi aku dan rasakan sensasinya
Ketika aku berada di sana
Memberi kepuasan pada pelanggan
Dan lalu mendengar mereka bercerita ini itu
Rahasia ini dan itu
Namun kamu tak bisa berkata apa-apa
Hanya diam dan menunggu hingga hidangan habis
Dan kamu tiba-tiba kosong

Mari menjadi aku dan rasakan sensasinya
Ketika kamu yang pada awalnya bersih dan rapi
Tiba-tiba menarik dan mengundang hasrat penikmatmu
Namun bukan karena kamu, tapi karena yang ada padamu
Lalu dengan senang hati mereka menyambutmu, meletakkanmu perlahan
Mulai menjamah satu-satu yang ada padamu, hingga habis
Dan kamu tiba-tiba kosong

Mari menjadi aku dan rasakan sensasinya
Ketika kamu telah kosong, atau mungkin hanya tertinggal sisa-sisa di beberapa bagian darimu
Lalu kamu akan disingkirkan, ditumpuk bersama mereka yang kosong, kotor
Dan tak tahu hangat dan aroma apa lagi yang membuatmu menarik berikutnya

Mari menjadi aku dan rasakan sensasinya
Menjadi sebuah piring pada sebuah rumah makan mewah
Yang sepiringmu bisa dihargai sangat mahal
Namun setelah hidangan habis
Kamu kosong
Dan akan tertumpuk di sudut dapur yang kotor
Itulah aku, itulah hidupku dan kurasa manusia yang menikmati hidanganku banyak yang sepertiku
Kurasa...aku sering mendengar rahasia kecil mereka...