Laman

Senin, 13 Juni 2016

Bagaimana Denganmu ?

Kekasih, kamulah candu yang membuatku gelisah ketika tak kuteguk
Yang menjadikan aku gila saat kutahu tak dapat kunikmati senyummu
Jangan, jangan kau pikir aku diam lalu tak memikirkan apa-apa
Kamu akan selalu ada pada cahaya matahari pagi yang pelan-pelan menyusupi jendela kamarku
Kamu akan selalu ada pada titik-titik hujan yang jatuh di bulan basah
Kamu akan selalu ada pada pendar bulan yang tertutup awan malam
Begitulah kira-kira kamu di kepalaku
Selalu dan terus bermain-main semaunya yang kadang membuatku lelah tapi kunikmati dalam satu waktu

Lalu, bagaimana denganmu ?

Jumat, 04 Desember 2015

Tentang Hujan

x. Aku heran mengapa ada yang begitu mencintai hujan.
y. Kenapa ?
x. Kenapa ? Apa bagusnya hujan ? Bising, basah, banjir…
y. Kamu belum tau saja ada banyak pelajaran dari hujan. Hujan itu eksklusif bagi penikmatnya.
x. Apa ? Belajar apa kamu dari hujan ?
y. Hujan yang kata kamu bising, hujan yang riuh adalah tempat hati yang sedang bersedih untuk merintih, menangis tanpa harus terlihat menyedihkan.
x. Semacam tempat persembunyian ?
y. Bisa dibilang begitu.
x. Kamu salah satunya ?
y. Ya…mungkin setelah kuhabiskan teh ini.

                                                
                                 www.google.com

Selasa, 17 November 2015

Perisai(ku)

Pedang itu menemani baginda nabi berperang di jalan Allah. Dengannya kemenangan demi kemenangan menjadi milik umat Islam kala itu. Lalu pada perang Uhud, pedang itu kemudian berpindah tangan kepada syaidina Ali yang kemudian menjadi pedang kebanggaan beliau. Pedang yang kemudian menjadi sahabat beliau di setiap peperangan melawan kaum kafir, kemudian menjadi simbol keberanian dan keperkasaan sang sahabat Rasulullah. Sedemikian bangganya sebuah pedang tertulis dalam sejarah manis perjuangan Rasulullah dan sahabat dalam pertempuran-pertempuran atas nama Allah.

Meski pedang itu bukanlah apa-apa tanpa nama besar Rasulullah SAW dan Ali bin Abu Thalib ra, namun pedang itu adalah saksi kejayaan umat Islam kala itu, simbol keperkasaan para pejuang yang dicintai Allah. Saksi yang masih tetap ada hingga sekarang dan masih menjadi salah satu bagian dari berbagai kisah mengagumkan dalam peradaban Islam. Dia menjadi teman bagi syaidina Ali hingga akhir hayatnya.

Pedang yang menjadi kebanggaan Rasulullah, pedang yang menjadi simbol keperkasaan Ali bin Abu Thalib, pedang yang menjadi legenda bagi umat Islam, begitulah ia. Lalu pada perjalanan hidupku, ketika aku berkenalan dengan sang pedang, mempelajarinya, membaca kisah-kisahnya, aku jatuh cinta. Kuharapkan Allah pun berkenan akan cinta ini. Menjaganya tetap indah, seperti kisah-kisah yang telah kubaca.

Aku…seperti Rasulullah SAW dan Ali ra yang menjadikan ia sebagai teman berjuang di jalan Allah, pun berharap bahwa ia menjadi temanku dalam ketaatan kepada Allah. Sebagai perisai yang semakin menguatkanku untuk mencintai Allah, sebagai kekuatan yang menjadikanku tangguh berjalan di jalan Allah. Ia, kuharap mampu menghadirkan ridha Allah dalam hidupku. Sebagai sahabat dan kekasih yang dapat memimpinku beserta mujahid-mijahid kecilku kelak. Ketika kukenal ia sebagai pedang yang gagah berani, maka semakin kucintai ia karena Allah dan semoga Allah senantiasa menjaganya, menjadikan ia sebagai perisaiku hingga akhir hayat dan bertemu di kehidupan berikutnya dengan cinta yang masih sama.


Kamu…semoga kisahmu dahulu yang menginspirasi hati hamba-hamba Allah, menjadi kekuatanmu untuk selalu mencintai Allah dengan segenap jiwa dan raga. Menjadikan hidupmu senantiasa untuk mencari ridha Allah, sebab kelak, ketika engkau dan aku telah siap, kamulah yang akan memimpinku berjalan bersamamu menujuNya… ^^

Rabu, 11 November 2015

Hamzah...

Malam itu, malam minggu 7 November 2015, aku pertama kali bertemu dengannya. Namanya Hamzah, mahasiswa S2 Hukum angakatan 2015 yang berasal dari Padang. Cara ngomongnya lembut sekali, kelihatan banget kalau dia cowok yang sabar. Lalu setelah ngobrol beberapa saat, bertambah simpatilah aku dengannya. Malam itu, aku bertemu dengannya tidak sengaja ketika aku dan beberapa teman sedang menonton pertujukan seni di 0 km Kota Jogja. Hamzah adalah teman dari teman-temanku yang semuanya adalah anak Padang. Malam itu dia sedang berjualan di depan gedung Serangan Umum 1 Maret Malioboro. Dari ceritanya aku tahu kalau Hamzah berjualan di situ hampir setiap malam untuk membayar biaya kuliahnya semester depan. Dan yang lebih membuat aku kagum adalah, dia bolak balik dari kost ke tempatnya berjualan dengan menggunakan sepeda dan itu jauh….jauhhh banget. 



Di perjalanan pulang, kami sesekali ngobrol saat berhenti di lampu merah. Dengan terengah-engah sambil mengelap keringat, Hamzah tetap ngobrol dengan ceria. Ahhhh….dia memang keren. Kurasa, Tuhan mempertemukanku dengannya karena sebuah alasan. Bahwa tidak ada alasan bagiku untuk terus mengeluh dengan tesis yang tak kunjung selesai. Bahwa di luar sana, masih banyak orang yang lebih keras lagi perjuangannya dibanding aku yang tidak perlu sampai begadang setiap malam, mengumpulkan rupiah demi rupiah agar bisa tetap kuliah. Sekecil apapun, nikmat Tuhan harus selalu disyukuri. 

Senin, 19 Oktober 2015

Harus Apa?

Kamu mungkin tidak pernah tahu seberapa panjang malam yang kulalui dengan air mata. Bahwa berpura-pura segalanya baik-baik saja itu terlalu melelahkan. Bahwa berharap dengan sepenuh hati kamu akan mengerti pun terlalu menyakitkan. Sebab ia hanya serupa mimpi yang ketika aku bangun semua hilang. Aku lelah tapi apakah berhenti akan membuatku baik-baik saja? Aku takut tapi apakah bersembunyi akan membuatku baik-baik saja? Entah...

Senin, 21 September 2015

Anggap Aku Baik-Baik Saja

Kamu baik baik sj itu sudah cukup bagiku
Tp tak juga mampu kubendung airmata
Ntah....lega dan sesak datang bersamaan
Sebab menghitung detik2 waktu dengan mengkhawatirkanmu sungguh melelahkan
Dan tak kutahu mesti marah pada siapa
Mungkin aku...sebab salah mencintaimu terlalu banyak
Sebab salah mengkhawatirkanmu berlebihan
Jadi, kuanggap saja aku baik2 sebab di sini aku tak tahu sedang menangisi apa

Jumat, 18 September 2015

Rindu! Sebentar!

Rindu... tahanlah sebentar...
Jangan kau menuntut segala perhatianku untukmu
Aku tahu, engkau sangat butuh terobati
Aku tahu, engkau telah begitu meradang dan kesakitan
Namun tahukah kau, akupun terluka sebab engkau
Tak ada lagi yang dapat kulakukan selain meratapi
Bahwa aku telah engkau hancurkan hingga tak mampu kukenali diriku
Rindu, sabarlah sebentar....