Laman

Senin, 16 Juli 2012

Saya Lupa ANDA SEORANG PEREMPUAN


Kemarin aku memenuhi panggilan sebuah perusahaan untuk melakukan tes interview. Tes interview pertama yang aku ikuti semenjak menyandang gelar fresh graduate. For the first time I feel everything will be going alright and I will do my best for the test. Sampai aku berada di depan pintu ruangan tes, dipersilahkan duduk, memperkenalkan diri dan sedikit bercerita tentang kota kelahiranku semuanya terasa berjalan sangat baik. Kemudian bapak yang menginterview mempersilahakn aku untuk menjelaskan tugas akhir yang aku tulis sebagai skripsiku. Dengan mantap aku berdiri dan mulai “bercerita” dan tiba-tiba si bapak memotong pembicaraanku. Begini yang dia katakan :
“ Tunggu sebentar. Maaf saya lupa kalau anda seorang perempuan. Silahkan duduk dulu.”
Dengan sedikit bingung aku kembali duduk. Perasaan tidak enak kemudian berkecamuk. “Saya lupa anda seorang perempuan,”  kalimat itu terus berputar-putar di kepalaku saat itu. Dia kemudian mulai menceritakan kehidupan di perusahaan yang dibuatnya “seseram” mungkin. Aku tahu maksudnya, aku tahu ke mana arah pembicaraan si bapak. Aku hanya tersenyum simpul mendengar penjelasannya, sekedar untuk menghargai. Dan lalu aku tahu bagaimana akhir dari pembicaraan kami saat itu. Aku tahu, sangat yakin apa yang akan kukatakan. Dan sampailah dia pada klimaks. Dari setiap penekanan kata yang keluar dari mulutnya dapat kusimpulkan dia menaruh harapan besar di sana dan tentu saja aku tidak akan mengecawakannya. Setelah dia berhenti berbicara dan menunggu reaksiku, dengan tegas aku berkata :
“ Saya memilih mundur Pak.”
Kujabat tangannya dan aku meninggalkan ruangan dengan perasaan yang entahlah, akupun tidak mengerti. Malam harinya aku BBMan dengan seorang teman yang mendapat perlakuan kurang lebih sama seperti aku saat interview. Dia merasa sakit hati. Itu yang dia katakan. Setidaknya dia lebih bisa menggambarkan perasaannya dengan sangat jelas. Tidak seperti aku yang entah sakit hati, entah senang, entah lega atau kecewa. Semalaman aku terus berfikir.
Aku 4,5 tahun kuliah di jurusan yang memang hampir semua mata kuliahnya adalah mata kuliah lapangan. Aku pernah merasakan kerasnya alam meski bukan dalam jangka waktu yang lama. Aku 2 bulan magang di instansi pemerintah yang tidak memberikan toleransi apapun bagi pegawainya laki-laki ataupun perempuan saat dia mendapatkan shift kerja, pagi, siang atau malam. Semuanya sama. Aku pernah 1,5 bulan magang di sebuah perusahaan gas yang jumlah pekerja perempuannya hanya bisa dihitung jari. Tidak lebih dari 10 orang. Lalu, gambarannya tentang perusahaannnya sebenarnya tidaklah mampu membuatku takut. Aku telah cukup tertempa.
Sayangnya kalimat “ saya lupa anda seorang perempuan “ benar-benar pas kena hatiku (seperti judul sebuah lagu). PENOLAKAN GENRE itu yang tersirat dari kata-kata si bapak, hanya saja dilakukan dengan cara yang sangat perempuan. Menakut-nakuti. Dan ketika itu adalah alasannya, tidak ada pula alasan bagiku untuk meneruskannya. Siapa yang bisa merubahnya? Bahkan ketika aku diberi kesempatan terlahir kembali, aku akan tetap memilih menjadi seperti ini. Setahuku persamaan genre telah diakui di negara ini. Sayangnya kita terlalu naif, mungkin pengakuan telah didapatkan, tapi perlakuan tidak banyak yang berubah. Perempuan dan laki-laki tetap mendapatkan perlakuan yang berbeda.
Malam itu aku benar-benar berfikir keras. Dan pada akhirnya aku mengambil sebuah keputusan yang sayangnya mungkin akan membakar semua mimpiku tentang sebuah harapan seorang perempuan. Ladies, di negeri ini perempuan tidak akan pernah diperlakukan sama, jadi kita, perempuan, mesti lebih realistis menata mimpi, menatap masa depan. Aku bukanlah wanita tangguh yang mampu menutup mata pada penolakan-penolakan lingkungan terhadap kodratku sebagai perempuan. Tapi aku sangat berharap, hanya akulah satu-satunya perempuan yang tidak bisa bertahan dalam penolakan. Aku berharap perempuan-perempuan lainnya memiliki jiwa yang tangguh seperti Ibu Kartini atau perempuan-perempuan  yang pernah tercatat dalam sejarah negeri ini.