Laman

Sabtu, 02 Maret 2013

Catatan Pagi Ini (copy dari My Sweet Yelly Diary)


Untuk kebanyakan orang, cinta-cinta masa kecil seperti cinta zaman SMP itu cinta main-main, cinta monyet katanya. Nggak tahu kenapa disebut cinta monyet. Mungkin karena monyet itu lucu, bisa dijadiin hiburan seperti si Sarimin yang sering mangkal di depan lorong rumahku. Jadi cinta-cinta seperti itu dianggap lucu-lucuan aja, hiburan. Iya sih benar juga, tapi benar juga kalau ada dari cerita-cerita itu yang ternyata nggak begitu. Mereka mungkin orang-orang yang beruntung, bisa merasakan cinta sejujur itu. Bahkan bisa bertahan lama di hati mereka.
Suatu hari, sekitar tahun 2009, di awal Ramadhan, aku nggak sengaja bertemu teman lama di facebook. Teman SMP, teman SD juga sih. Malu, tapi biarlah kubuka di sini biar Sarimin tahu nggak semua cinta itu miliknya (ehhhh). Kami pernah naksir-naksiran. Aku nggak tahu kapan tepatnya, yang pasti saat SMP dia gencar melakukan PDKT, sering cari perhatian dan banyak lagi. Aku suka, tapi tetap saja malu, masih kecil sih kita, hehehe. Dan persis sama seperti musim, cerita cinta itupun berakhir begitu saja tanpa ada pernyataan dan tentu saja meninggalkan pertanyaan untukku, mungkin untuknya juga dan ternyata iya, setelah semua terbuka saat kami bertemu beberapa tahun lalu. Dia banyak bercerita bahwa aku memberi banyak perubahan dalam hidupnya. Baginya, pikirnya juga, aku anak yang pintar ( sayangnya dia tidak tahu kalau aku cuma pura-pura pintar, hahaha). Dia bilang, setelah keluarganya pindah ke Balikpapan, dia belajar sangat keras biar bisa juara kelas, bisa pintar seperti aku katanya, yang lagi-lagi sangat kusesalkan karena aku tidak begitu. Dan akhirnya, dia bisa menjadi 10 besar siswa teladan di kotanya yang menurut pengakuannya itu karena aku (so proud of you dude, for me too,hihihi). Dia bilang, selama SMA dia beberapa kali pacaran dan hampir semua dari mereka, menurutnya mirip denganku. Katanya, dia memang mencari cewek yang tipenya mirip aku sebagai syarat mutlak,hahaha. Dan saat dia bilang seperti itu aku bisa memastikan kau akan melihat wajahku yang bersemu merah dan tersipu malu, jelas malu-maluin. Bahkan suatu hari ketika dia disuruh menceritakan sebuah pengalaman pribadi di depan kelasnya, dia bercerita tentang aku, di depan teman-temannya, gurunya dan di depan seorang teman yang sekarang menjadi istrinya. Dia juga pernah bilang, satu-satunya perempuan yang dicemburui oleh gitarnya (dia sih bilang gitarnya itu,pacarnya, aneh!!!) adalah aku. Entah aku mesti senang atau merasa terhina. Dicemburui kok ya sama gitar, hahhhh.... Ngomong-ngomong soal istrinya, kami punya kemiripan. Sama-sama punya hidung mungil minimalis dan body agak bohay ( baca gemuk ala-ala boncel). Terakhir kali kami berbincang waktu itu, dia membuatku terharu saat dia berterima kasih padaku karena telah merubahnya menjadi pribadi yang lebih baik. Betapa tidak akan bisa kau bayangkan rasanya di saat kau sibuk dengan pikiran dan dirimu sendiri, di belahan bumi yang lain ada orang yang berubah karena mencintaimu tanpa kau ketahui. Luar biasa ( seka air mata dengan tissue). Itulah cinta monyet, yang ada pula yang menjadi cinta paling jujur bagi mereka yang beruntung.
Dan ngomong-ngomong tentang cinta paling jujur, aku punya satu lagi kisah yang sebenarnya adalah alasan aku menulis tentang ini. Cerita tentang aku tadi semata-mata biar aku terlihat sedikit keren dan kece, hahaha.
Hari ini, aku BBMan dengan seorang teman, teman lama tapi masih tetap berteman dan akan terus begitu, teman SMP tapi sekarang tidak karena kami sudah SMA #ehhhh... Dulu, waktu kami SMP, dia dinaksiri, ditaksiri, dinaksir, ditaksir ( coret aja kata yang nggak sesuai EYD) oleh teman kelasku, teman kelasnya juga karena kami sekelas. Mereka nggak pernah pacaran, itu aku si Bunga (panggil saja begitu, nama samaran). Katanya, Bunga emang nggak punya perasaan sama Budi (itu loh yang ibunya sering ke pasar di buku-buku anak SD) sampai sekarang. Meskipun aku merasa Budi (ini nama samaran loh) punya perasaan yang dalam (entahlah, aku juga heran kok aku yang merasa), Bungapun pasti merasa begitu, tapi ternyata Bunga hanya menganggapnya teman malah katanya sekarang udah dianggap sodara (nah loh Budi). Kau tahu, apa yang membuatku sangat terharu pagi ini? Bunga memBroadcast sebuah tulisan dari Budi :
“ Barangkali harapan ini hanya semacam doa, yang memeluk kehampaan sebagai kamu. Tapi, biarlah. Sesekali waktu perlu mengajariku cara tercepat meninggalkan masa silam, meski tak yakin kau akan ‘hilang’ begitu saja di masa depanku. Kala itu malam mencekik, kira-kira pukul 20.00 WITA, selasa 18 September 2012, hape lamaku berdering. Aku sementara sibuk melahap makanan teman serumah. ‘Nelfon miko’ (ini kalau diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia yang baik dan benar, kira-kira artinya ‘Silahkan nelfon kalau kamu mau nelfon). Tak menunggu lama, nasi itu langsung ludes. Sesuatu yang benar-benar aku tunggu dari kamu Bunga. Sesaat sementara nelfon. ‘Halo...halo...’ katanya. ‘Siapa tuh Bunga?’ tanyaku. ‘Masa nd tau’ kata Bunga. ‘Itu ibuku.’ Mataku tiba-tiba tertutup. Jantung rinduku berdetak lebih kencang dari sebelumnya. ‘Oh ya...apa benar itu ibu Bunga’ kataku dalam hati. Singkat cerita, aku dan ibu Bunga berkenalan, beliau asyik dan gaul di ajak ngobrol... Lagi-lagi kamu sosok perempuan yang tak pernah hilang dari bayang-bayang semuku J.M.R. ( nah kalau itu nama lengkap dan nama asli Bunga tapi aku singkat aja ya. Berasa seperti tersangka si Bunga. Maaf sayang, ini demi privasimu. Mana tau kalau nanti kamu terkenal karena ini, hehehe). Sekitar pukul 15.00 WITA, kucoba merangkul pulpen namun tiada selembarpun kertas yang terlihat oleh mataku ini, ya udah lewat hape lah aku bercerita. Lalu hari ini, aku ingin meluapkan rindu di matamu, tapi kenyataan hidup jelas-jelas mengatakan agar aku melupakan rindu itu. Tak ada balasan apapun dari kamu Bunga, smspun nggak dibalas. Hampir tiap hari aku menyapamu dengan hati yang sudah terbakar ini, namun kamu memang sosok perempuan yang membuat aku penasaran untuk menggapai mimpi bersamamu. Pertengahan Oktober, aku hitung sudah enam kali sms aku nggak kebales. Aku takkan menyerah, hidup itu indah seperti matamu yang tak bisa aku tatap lama... Site PT. Moriss, 15 Oktober 2012...”
Itulah kisah sebuah cinta paling jujur. Aku senang mengatakan begitu, tak ada istilah yang lebih tepat menurutku. Cinta pertama? Mmmm, entahlah...tidak semua perasaan dapat diterjemahkan sebagai cinta. Berbahagialah, pun beruntunglah mereka termasuk dua lelaki tersebut di atas yang sekarang telah dewasa pernah merasakan perasaan itu, atau mungkin juga masih. Bahkan akupun, yang telah beberapa kali jatuh cinta, belum pernah merasakan cinta sejujur itu. Mungkin juga sudah terlambat. Karena untuk seorang dewasa, tidak akan ada perasaan tanpa syarat, semua semata-mata karena kebutuhan dan kemampuan berpikir yang dibumbui berbagai pertimbangan, itu alami, manusiawi, dewasawi juga. Bukankah anak kecil itu mnerjemahkan semua yang mereka rasakan secara jujur dan murni, tanpa syarat sama seperti yang mereka rasakan. Perasaan masa kecil, mmmm prapuber,hehehe. Perasaan itu hanya muncul tanpa sebab, berada di sana, di dalam hati, betah di sana dan sesekali dikunjungi sekedar untuk diceritakan kepada orang-orang yang tepat agar mereka tahu tidak semua cinta yang dirasakan anak kecil itu cinta monyet, cinta Si Sarimin yang sering mangkal di depan lorong rumahku,hehehe...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar