Laman

Minggu, 16 November 2014

Bunga Takdir

Pertama kali melihatnya aku langsung jatuh cinta. Dengan langkah pelan-pelan mengamati satu demi satu objek di depannya. Matanya berbinar, namun belum juga ia tersenyum. Aku tahu, ada yang sedang ia cari.
Berjalan, perlahan dan semakin mendekat padaku. Satu langkah, dua langkah, tiga langkah dan ah ia berhenti tepat di depanku. Mengamatiku lekat lekat. Matanya, berhenti tepat di mataku. Aku seperti ditelanjangi oleh mata serupa elang.

Matanya cokelat, tajam, berbinar. Lalu bibirnya, ada senyum serupa lapisan es yang rapuh. Tipis namun membekukan. Kulit wajahnya lembut. Ada jejak-jejak keringat di sana. Mengalir pelan-pelan dari sela-sela rambutnya yang hitam.
Semakin dekat,mengamatiku lekat. Bisa kurasakan hembus napasnya. Lembut dan teratur. Serupa angin di musim semi, menyejukkan. Yang mampu membuat kelopak-kelopak rinduku bernyanyi dan menari dalam satu waktu. Aku kaku terdiam. Tak dapat kurasakan detak dalam tubuhku. Juga sudah tidak mampu kurasakan udara mengalir masuk dalam tubuhku. Aku kaku, beku.

Jarinya kemudian menyentuh tubuhku pelan-pelan. Kubiarkan saja. Ujung jarinya mengikuti lekuk-lekuk tubuhku. Lembut membuaiku.Tak mungkin aku menolak. Matanya semakin mengamatiku. Sepertinya dia telah jatuh cinta, sama halnya aku yang telah jatuh cinta padanya sejak dua puluh tiga menit yang lalu.

Cantik…” katanya memujiku. Aku tahu. Dia pada akhirnya akan memilihku. Aku tersenyum. Tentu dia tidak akan tahu.

Bu…saya ambil bunga ini.
Oke mas…

Dan aku tahu, aku adalah bunga yang ditakdirkan untuk kau miliki. Hari ini, hingga entah sampai kapan, akulah yang akan membuatmu semakin jatuh cinta padaku dengan pesona bungaku hingga tak akan ada bunga yang mampu membuatmu jatuh cinta lagi. Akulah bunga yang telah menjadi takdirmu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar