Pertama kali
melihatnya aku langsung jatuh cinta. Dengan langkah pelan-pelan mengamati satu
demi satu objek di depannya. Matanya berbinar, namun belum juga ia tersenyum. Aku
tahu, ada yang sedang ia cari.
Berjalan, perlahan
dan semakin mendekat padaku. Satu langkah, dua langkah, tiga langkah dan ah ia
berhenti tepat di depanku. Mengamatiku lekat lekat. Matanya, berhenti tepat di
mataku. Aku seperti ditelanjangi oleh mata serupa elang.
Matanya cokelat,
tajam, berbinar. Lalu bibirnya, ada senyum serupa lapisan es yang rapuh. Tipis namun
membekukan. Kulit wajahnya lembut. Ada jejak-jejak keringat di sana. Mengalir pelan-pelan
dari sela-sela rambutnya yang hitam.
Semakin dekat,mengamatiku
lekat. Bisa kurasakan hembus napasnya. Lembut dan teratur. Serupa angin di
musim semi, menyejukkan. Yang mampu membuat kelopak-kelopak rinduku bernyanyi
dan menari dalam satu waktu. Aku kaku terdiam. Tak dapat kurasakan detak dalam
tubuhku. Juga sudah tidak mampu kurasakan udara mengalir masuk dalam tubuhku.
Aku kaku, beku.
Jarinya kemudian
menyentuh tubuhku pelan-pelan. Kubiarkan saja. Ujung jarinya mengikuti lekuk-lekuk
tubuhku. Lembut membuaiku.Tak mungkin aku menolak. Matanya semakin mengamatiku.
Sepertinya dia telah jatuh cinta, sama halnya aku yang telah jatuh cinta
padanya sejak dua puluh tiga menit yang lalu.
“Cantik…” katanya memujiku. Aku tahu. Dia
pada akhirnya akan memilihku. Aku tersenyum. Tentu dia tidak akan tahu.
“Bu…saya ambil bunga ini.”
“Oke mas…”
Dan aku tahu, aku
adalah bunga yang ditakdirkan untuk kau miliki. Hari ini, hingga entah sampai
kapan, akulah yang akan membuatmu semakin jatuh cinta padaku dengan pesona
bungaku hingga tak akan ada bunga yang mampu membuatmu jatuh cinta lagi. Akulah
bunga yang telah menjadi takdirmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar