Laman

Rabu, 01 Mei 2013

Pernikahan, Antara Realitis dan Idealis

Sejatinya segala yang ada di bumi ini bergerak menuju sebuah keidealan tapi pada kenyataannya tidak ada satupun yang bisa mencapai titik ideal tersebut selama proses kehidupan ini berjalan. Lalu kapan ideal itu benar-benar ada ? Jawabannya, ketika kita mati karena segala sesuatu di bumi ini ketika mencapai titik idealnya tidak akan berjalan lagi.

OK then, berbicara tentang sebuah pernikahan, setiap pasangan yang menikah tentulah mendambakan pernikahan yang ideal. Lalu aku mesti bilang apa ? Mungkin aku mesti bilang “ mari bermimpi.“ Ideal itu hanya ada dalam pikiran, ketika ingin menuangkannya pada kehidupan nyata, maka itu tidak lagi ideal, itu namanya realita. Ideal dan realita tentu dua hal yang jauh berbeda. Well, yang mau aku bilang adalah pernikahan yang ideal itu tidak akan pernah ada. Berkenalan, jatuh cinta, berpacaran, menikah dan bahagia, itu yang sering ada dalam cerita-cerita dongeng, Cinderella, Snow White, Sleeping Beauty dan lain-lain. Tapi pernah tidak kita berpikir mengapa happy ending yang selama ini menjadi parameter sebuah keidealan pernikahan seperti dongeng-dongeng itu hanya berhenti di sebuah pesta pernikahn yang meriah, semua orang yang menyaksikan bahagia, kissing on the balcony and then ceritanya berhenti. Hei, lalu realitanya apakah semuanya berhenti sampai di situ. Apa yang terjadi setelah pernikahan ? Mungkinkah ketika cerita-cerita dongeng itu berlanjut tidak akan ada penghianatan, perkelahian, bahkan perceraian. Who knows, no one can’t give a guarantee. Itu sebabnya semua cerita itu berhenti pada sebuah pesta karena tidak pernah ada yang berani meneruskan cerita setelah pernikahan. Mengapa ? Karena realitanya tidak ada pernikahan yang benar-benar indah.

Aku pernah membaca sebuah buku dan akan kukutip sebuah kalimat yang membuatku mengangguk hingga leherku terasa pegal. Ini dia “ Pernikahan itu memang perlu. Perlunya bagi mereka yang membutuhkan. “ Di negara kita, pernikahan menjadi sesuatu yang akan menentukan nilaimu sebagai seorang manusia terutama wanita. Wanita yang menikah diusia “semestinya” akan punya nilai baik di mata masyarakat lalu yang menikah diusia “matang” tentu akan begitu banyak pertanyaan mengunderestimate yang lalu akan menekan kehidupan mereka dan apa kabarnya yang tidak menikah, lajang hingga akhir hayat ? Bersiaplah dipandang sebelah mata. Entah mencemooh atau belas kasihan. Ironis memang, tapi itu realita. Maka, hampir semua wanita di negara ini memimpikan menikah tepat waktu. Menikah saat melewati batas “wajar” dalam ukuran masyarakat akan membuat mereka stress, depresi dan menjadi tidak percaya diri.  Kasihan bukan ? Tentu saja. kita terjebak pada parameter ideal yang kita buat sendiri. Menyiksa ? Tentu saja, bagi mereka yang tidak memenuhi paramter dan menganggap diri tidak lagi ideal. Sekali lagi, ironissss....

Lalu entah mengapa di negara ini pernikahan menjadi sebuah keharusan. Padahal tidak ada alasan logis yang membuat pernikahan itu kelihatan menjadi sesuatu yang harus benar-benar diperjuangkan selain pemenuhan kebutuhan terhadap nafsu. Mmmm dalam agama yang aku percaya, pernikahan adalah sebuah ibadah. Satu-satunya alasan yang membuat aku berfikir untuk menikah suatu saat nanti. Di luar dari itu, tidak pernah ada yang bisa menjelaskan mengapa pernikahan itu penting. Pernikahan mewajibkan seorang wanita memberikan otoritas penuh terhadap laki-laki, pernikahan membuat wanita terjebak pada rutinitas kehidupan yang memaksanya berperan multi, pernikahan bahkan mengekang kebebasan-kebebasan kodratik yang dimiliki seorang wanita. Mengutip kalimat dari buku yang sama yang pernah saya baca “ berkomitmen itu memang penting, tapi bentuk sebuah komitmen tidak melulu berwujud pernikahan. Banyak bentuk komitmen lain selain itu.” Membuatku mengangguk lebih bersemangat daripada sebelumnya. Aku setuju. Aku bukanlah orang yang kontra pernikahan, tapi sekali lagi tidak ada pernikahan yang ideal. Yang berniat menikah, harusnlah berfikir realistis. Tidak ada pernikahan yang benar-benar indah. Happy Ending itu milik dongeng dan cerita-cerita kita ketika masih anak-anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar