Laman

Sabtu, 11 Januari 2014

Kisah Hati dan Tuan Pemilik Anyelir

Malam ini berbalas-balasan puisi sama seorang sahabat. Awalnya cuman iseng-iseng aja tapi kok jadi asik dan berlanjut, hihihihi…Ini dia puisi-puisi kami :

Diawali dengan sebuah kalimat sangat sederhana ini dari dia. Entah itu bisa dibilang puisi atau tidak. Tapi itu awalnya, hehehe… 


Lalu lanjut dengan puisi-puisi ini :

Dia : Akhh hati, kukira kamu sudah tahu siapa yang sebenarnya aku pilih, tetapi kenapa seenaknya kamu mempermainkanku ?

Aku : Kepada hati yang mana kamu memilih ? Bila itu aku, maka buatlah aku sedikit saja mengerti sebab aku belum tahu jalan menujumu.

Dia : Hati itu seperti pelangi yang tampak berbagai macam warna, padahal cuma satu warna, putih.

Aku : Sayang, aku tak pernah mengagumi putih sebagai warna. Aku mencintai rona seperti jingga pada sejumput senja.


Tidak menyangka setelahnya dia lebih lepas nulis,hehehe. Ini lanjutannya :

Dia : Akhh kau mengingatkanku pada senja terakhir di bulan Agustus. Kala itu kusematkan setangkai anyelir di telingamu, lalu kau membalasnya dengan sedikit kecupan di dahiku sambil berkata "jaga hatiku untuk hatimu."

Aku : Ya, tapi tahukah kau waktu telah berlalu begitu lama. Kau telah berlabuh ke banyak dermaga. Lalu pada akhirnya aku dan setangkai anyelir menunggu, menatap hampa, layu dan sendu.

Dia : Aku hanya seorang pria yang mencoba menaklukkan dermaga, demi sebuah ego. Yang pada akhirnya ego itu akan tertuju padamu.

Aku : Tidak perlu! Ego hanya akan menyesatkanmu lalu lupa jalan pulang. Apa bedanya dengan kumbang yang menghisap sari bunga lalu terbang entah ke mana, kepada siapa.

Dia : Kepada kamu tentunya pencarianku akan berlabuh. Tapi jika anyelir yang sudah kuberikan telah layu, aku rela kau memilih sampan yang akan membawamu ke sungai kebahagiaan.

Aku : Tidakkah kau tahu? Kisah setangkai anyelir yang layu tak jua berbalas rindu. Hanya menunggu tak terbasuh temu. Ah malang, sang Tuan bukan membawa setangkup air menyegarkan, malah melepasnya pergi. Menunggu, mencinta tiadalah berguna.


Dan akhirnya balas-balasan puisinya selesai karena dia baru ngeliat pengendara motor yang tertabrak mobil di pinggir jalan, hufffttt. Tapi kaget juga, ternyata dia bisa juga bikin puisi, hahaha....


Aku mesti bilang apa? Mesti bilang mari berpuisi sebab itu sungguh menyenangkan dan membuatmu terlihat keren. Setidaknya itu bagiku ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar